GTK, Jakarta – Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril mengutarakan tantangan perubahan mindset masa pandemi Covid-19 sebagai berikut:
>> Sikap mental “nyaman dengan ketidaknyamanan”
Akselerasi terwujudnya budaya inovasi
>> Sikap pembelajar – “kemauan untuk belajar”
Semaraknya seri-seri webinar gratis dan komunitas belajar guru
>> Orientasi utama kepada murid
Kembali pada nilai-nilai utama kenapa bersekolah
@ “Bagaimana kita memikirkan situasi yang terbaik bagi anak?”
@ Akselerasi percepatan terwujudnya pembelajaran yang berpusat kepada murid (personalisasi, diferensiasi, teach at the right level)
>> Menurunnya kecemasan terhadap teknologi
Adopsi teknologi dalam menciptakan inovasi pembelajaran
Hal tersebut disampaikannya pada webinar yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah (LPPKSPS).
“Tantangan perubahan, melihat dari apa yang sudah terjadi dan hasil-hasil yang ada. Menurut saya perubahan yang kita perlukan pada masa pandemi ini yang paling penting adalah perubahan mindset atau cara berpikir,” kata Dirjen GTK Kemendikbud Iwan Syahril, Jumat (17/7/2020).
Mengenai mental “nyaman dengan ketidaknyamanan”, Iwan Syahril mengaitkannya dengan budaya inovasi.
“Pertama, yang saya sebutkan di sini adalah sikap mental nyaman dengan ketidaknyamanan. Situasi pada saat ini sangat tidak nyaman. Ketika kita berdamai dengan itu, nyaman dengan ketidaknyamanan, artinya kemudian melihat hal itu sebagai sebuah hal yang sangat positif sebagai hal yang menantang kita untuk terus belajar, ini sebenarnya budaya inovasi, karena inovasi yang diinginkan, arahan Pak Presiden Jokowi supaya kita melakukan budaya inovasi,” jelas Iwan Syahril.
“Dan Mas Menteri kemudian diamanatkan oleh Presiden untuk melakukan itu di bidang pendidikan. Inovasi itu terus melahirkan ide-ide baru. Artinya ide itu tidak pernah berlaku terus menerus. Terus ditantang, terus ditantang, berubah, seperti halnya juga perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Jadi ini sebenarnya sebuah pelatihan bagi kita untuk bisa nyaman dengan ketidaknyamanan. Ini adalah hal atau prasyarat dari budaya inovasi,” sambungnya.
Dirjen GTK melanjutkan penjelasannya mengenai kesempatan untuk belajar yang kian terbuka dengan bertebarannya webinar-webinar pendidikan.
“Lalu sikap pembelajar, mau untuk belajar. Mau ini harganya sangat mahal. Belajar itu orang yang pintar dan mungkin orang yang punya keterampilan bagus, tapi kalau enggak mau, itu susah, susah sekali untuk bisa bekerja, susah sekali untuk bisa berkembang. Tapi orang yang mau, walaupun enggak pintar-pintar amat, walaupun mungkin keterampilannya enggak hebat-hebat amat, tapi kalau dia mau untuk belajar, itu dahsyat. Itu semua tantangan insya Allah bisa dihadapi, selama ada kemauan,” jelas sosok yang akrab dipanggil Mas Dirjen.
“Sebenarnya dengan banyaknya kayak sekarang seri-seri webinar gratis dimana-mana dan komunitas guru menjadi lebih aktif, saya pribadi sangat optimis dengan gerakan yang terjadi pada komunitas kita pada saat ini dan kemauan dari semua dari para pendidik untuk terus belajar dan melakukan eksperimentasi dan inovasi. Ini merupakan hal yang sangat positif,” tambahnya.
Dirjen GTK Iwan Syahril untuk kemudian menerangkan pembelajaran berpusat pada murid membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya orang tua murid.
“Lalu orientasi kepada murid, ini sudah berpuluh-puluh tahun kita ingin melakukan pembelajaran yang berpusat kepada murid. Sebenarnya dari zaman Ki Hajar Dewantara sudah mengamanatkan kita, dari tahun 1922 berdirinya Taman Siswa. Hampir 100 tahun yang lalu. Pada saat ini kita semua dengan situasi anak yang berbeda-beda terpaksa untuk melihat, walaupun satu kelas itu mungkin ada variasinya macam-macam karena kondisi anak yang ada, kondisi dia di rumah, kondisi orang tuanya, dan lain sebagainya, itu tidak bisa diseragamkan lagi,” urai Iwan Syahril.
“Jadi akhirnya guru tertantang untuk mengubah orientasi yang lebih berpusat kepada muridnya. Pertanyaannya adalah bagaimana kita, bukan hanya guru dan kepala sekolah, tapi orang tua jadi sangat penting pada saat ini memikirkan situasi yang terpenting bagi anak. Jadi kalau berpijaknya dari sini, sebenarnya kesepakatan dengan orang tua akan lebih mudah terjadi,” imbuhnya.
Dirjen GTK Iwan Syahril untuk kemudian menilai adanya akselerasi dalam penguasaan teknologi.
“Lalu yang terakhir, menurunkan kecemasan terhadap teknologi. Kami di Kemendikbud sebenarnya, karena Mas Menteri ditugaskan oleh Pak Presiden bagaimana melakukan inovasi dengan menggunakan teknologi. Salah satu survei awal dari tim teknologi di Kemendikbud itu adalah sebenarnya guru-guru kita itu bukannya tidak mampu untuk menggunakan teknologi, tapi kemauannya. Jadi cemas sekali, cemas menggunakan teknologi. Jadi tingkat kecemasan sangat tinggi,” terang Iwan Syahril.
“Sebenarnya mampu, tapi karena cemasnya sangat tinggi, jadinya takut untuk mencoba, atau merasa ya udahlah, itu mungkin terlalu tinggi buat saya, saya sudah terbiasa dengan cara seperti ini, dan lain sebagainya. Sekarang dengan adanya Covid, tidak ada pilihan, sehingga akhirnya seperti webinar pada saat ini. Ini kemudian menjadi hal yang lebih biasa. Mau mencoba. Pakai aplikasi apa ya, coba, oh ini bisa, terus, ini terjadi dengan sangat cepat. Katanya waktu 4 bulan pada saat ini itu sama dengan 4 tahun perkembangan yang terjadi,” tambah Dirjen GTK Kemendikbud, Iwan Syahril.