Merdeka Belajar

Semangat Belajar Berbagi dan Berkolaborasi dalam Implementasi Kurikulum Merdeka

GTK - Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) kembali menyelenggarakan webinar SAPA GTK yang saat ini memasuki episode 20, pada Kamis (25/4) lalu. Program Sapa GTK ini merupakan agenda webinar yang ditujukan untuk membahas isu-isu terkini terkait program utama maupun pendukung di lingkungan Ditjen GTK.

Episode kali ini membahas topik “Semangat Belajar Berbagi dan Berkolaborasi dalam Implementasi Kurikulum Merdeka” dan ditayangkan langsung di laman YouTube Ditjen GTK Kemdikbud RI. Adapun narasumber yang turut berpartisipasi dalam agenda ini adalah Dr. Yogi Anggraena M.Si., Ketua Tim Kerja Kurikulum BSKAP, Dr. Medira Ferayanti S.S., M.A., Ketua Tim Kerja Pembelajaran Ditjen GTK, dan Ikmal Fauzi, M.Pd., Kepala TK Islam Al Kautsar, Cilodong, Kota Depok.

Melalui program ini, Ditjen GTK ingin memberikan informasi dan pemahaman mengenai kebijakan kurikulum, panduan-panduan kurikulum, pentingnya perubahan paradigma guru dan tenaga kependidikan dalam implementasi Kurikulum Merdeka di lingkungan satuan pendidikan. Selain itu, pada webinar ini juga menampilkan cerita, pengalaman dalam Implementasi Kurikulum Merdeka serta bagaimana dampaknya terhadap murid. Pada kesempatan yang sama, Ditjen GTK juga mengajak dan mendorong peserta webinar untuk aktif belajar, berbagi, dan berkolaborasi dalam Implementasi Kurikulum Merdeka. 

Substansi Kurikulum Merdeka 

Dalam paparannya, Yogi menjelaskan mengenai pentingnya penyamaan persepsi dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya miskonsepsi di dalam praktiknya. “Pada 27 Maret 2024 lalu, telah dirilis Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.”

Dengan terbitnya peraturan ini, lanjut Yogi, maka secara legitimasi kurikulum yang diterapkan secara nasional adalah Kurikulum Merdeka. “Namun Bapak/Ibu guru tidak perlu khawatir terkait waktu, karena Kemendikbudristek memberikan kesempatan kepada satuan pendidikan melalui masa transisi sampai tahun ajaran 2026/2027 untuk daerah non-3T dan satu tahun lebih lama untuk wilayah 3T dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka,” Jelas Yogi.

“Hal yang mendasari (penetapan Kurikulum Merdeka menjadi kurikulm nasional) adalah bahwa karena Kurikulum Merdeka fokus pada materi esensial dan struktur yang fleksibel, sehingga memudahkan guru melakukan pembelajaran terdiferensiasi, mengasah bakat dan minat, serta menumbuhkan karakter murid secara lebih menyeluruh, tanpa memberikan beban administrasi,” tambah Yogi.

Dukungan Implementasi Kurikulum Merdeka

Pada kesempatan yang sama, Medira Ferayanti memaparkan dukungan dari Kemendikbudristek kepada para guru dan tenaga pendidik untuk mempelajari dan memahami Kurikulum Merdeka. “Saat ini zaman menuntut kita untuk lebih proaktif dalam belajar secara mandiri, karena hal itu, Kemendikbudristek telah menyediakan media untuk Bapak/Ibu guru belajar secara mandiri mengenai Kurikulum Merdeka,” ujar Medira.

Dukungan pertama ada Platform Merdeka Mengajar (PMM). Dalam aplikasi tersebut terdapat 3 (tiga) menu utama untuk mempelajari Kurikulum Merdeka, yakni di menu Info Terkini, Tentang Kurikulum Merdeka, dan Pelatihan Mandiri. Tersedia juga contoh capaian pembelajaran (CP), alur tujuan pembelajaran (ATP), dan cerita praktik baik. “Kami juga menyiapkan panduan belajar 15 menit, dan Bapak/Ibu dapat mengunduh template untuk mengelola belajar Bapak/Ibu guru,” tambah Medira.

Bagi guru-guru yang ingin belajar secara luar jaringan karena terkendala jaringan internet, Kemendikbudristek menyediakan aplikasi Awan Penggerak sebagai media belajar. Selain itu, para guru bisa belajar dengan Narasumber Berbagi Praktik Baik (NS BPB) yang terdapat di daerah masing-masing. “Bapak/Ibu silakan observasi kebutuhan praktik pembelajaran yang dilakukan sebelum mengundang NS BPB. Adapun informasi yang dapat digali tentang pembelajaran berdiferensiasi seputar bagaimana proses, konten dan produknya,” jelas Medira.

Selain kedua dukungan tersebut, terdapat juga komunitas belajar yang wajib ada di setiap sekolah. Hal ini penting karena komunitas belajar memberikan ruang dan budaya belajar dan berkolaborasi bagi guru untuk meningkatkan kompetensi dan menciptakan pembelajaran berkualitas untuk murid. “Komunitas belajar ada yang di dalam sekolah, dan ada juga di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Panduan mengenai komunitas belajar juga terdapat di PMM yang bisa Bapak/Ibu jadikan pegangan dalam pelaksanaan komunitas belajar,” ujar Medira.

Kemendikbudristek juga menyediakan layanan pusat bantuan melalui nomor Whatsapp 0812 8143 5091 pada hari Senin-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB.

Cerita Implementasi Kurikulum Merdeka

Pada sesi berbagi praktik Implementasi Kurikulum Merdeka, Ikmal Fauzi memaparkan mekanisme yang berlaku di sekolahnya. Aktivitasnya berawal dari kegiatan yang diselenggarakan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Depok untuk berbagi praktik Implementasi Kurikulum Merdeka yang menyangkut asesmen dan kondisi lingkungan satuan pendidikan. Contohnya adalah isu sampah.

“Kami melakukan studi tiru ke sekolah PAUD di Semarang dan Depok di mana kami mempelajari kegiatan pembelajaran di sana. Kami menyaksikan aktivitas pembelajaran mulai dari murid berbaris, berdoa, upacara dan hafalan surat-surat pendek, sampai dengan kegiatan bersih-bersih kelas yang dilakukan murid-murid PAUD. Hal yang pertama dilakukan adalah saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di mana murid-murid diajarkan betul mengenai ketertiban dan kerapian untuk membiasakan perilaku tertib dan bersih ke murid,” urai Ikmal.

Setelah studi tiru, Ikmal berdiskusi bersama guru di satuan pendidikan untuk mengumpulkan gagasan pembelajaran yang bermuara kepada kesepakatan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka bersama-sama. Dalam Kurikulum Merdeka, sekolahnya mendefinisikan konsep ke dalam 4C (Collaboration, Communication, Critical thinking, dan Creativity). Keempat poin tersebut dituangkan ke dalam pembelajaran kontekstual dan kolaboratif dengan harapan murid bisa lebih dekat dengan pembelajaran sekaligus menanamkan budaya kolaborasi bersama dengan murid lain.

Saat ini sekolahnya masih terus belajar dan berproses dengan memanfaatkan dukungan dan panduan yang disediakan Kemendikbudristek untuk terus berusaha menciptakan pembelajaran yang berpihak kepada murid. 

(Tim Ditjen GTK / Editor: Denty)

X