Merdeka Belajar

Cara Guru Hatta Praktikkan PSE Saat Mengawali Pembelajaran 

GTK - Ke Pasar Minggu tidak lupa membeli jamu. Jika ikhtiarku tidak mendapatkanmu, biarkan tahajudku menjemputmu.

Penggalan pantun sederhana ini ternyata bisa mencairkan suasana pembelajaran di kelas Hatta Saputra Hafiz, guru bidang Agama Islam di SMAN 2 Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). 

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dalam manajemen kelas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan kolaboratif antarseluruh komunitas di sekolah. Pendekatan yang berakar dari hubungan positif antara guru dan murid dapat menciptakan kelas yang efektif.

Menyadari hal itu, setiap gilirannya mengajar di kelas, Hatta selalu mengawali pembelajaran dengan menerapkan metode ice breaking sederhana saat mengabsen murid-muridnya. Tak hanya pantun gombal, ada juga quotes, bermain kata jika-maka, maupun metode lain yang sedang viral. Ide-ide tersebut ia dapatkan dari media sosial dan dipraktekkannya di kelas. "Anak-anak merasa senang," ucapnya. 

Sangat penting bagi Hatta untuk menjalin kedekatan dengan peserta didik. Ia meyakini jika suasana sudah cair, akan mudah baginya untuk menyampaikan pelajaran. Ia mengaku senang ketika berinteraksi dengan anak-anak. Terlebih jika ilmu yang telah disampaikan bisa diamalkan oleh peserta didiknya. "Itulah yang membuat saya termotivasi mengajar dan saya senang ketika anak-anak dapat mengamalkan pelajaran dan ada perubahan karakter pada mereka," ungkapnya. 

"Pelajaran agama misalnya 3 jam pelajaran maka saya sediakan waktu 1 jam untuk berinteraksi dengan anak-anak," imbuhnya. 

Pendidik Harus Terus Mengasah Kompetensi Diri

Hatta menyampaikan pentingnya para guru belajar dan terus mengasah potensi. "Belajar dulu dan sekarang berbeda. Sekarang anak-anak seringkali lebih tahu informasi dari kita. Kadang (di kelas) kita tidak hanya jadi guru tapi bisa juga jadi murid. Kita harus mengajarkan sambil belajar," terangnya. 

Oleh karena itu, ia berusaha mengasah kompetensi dan wawasannya dari berbagai sumber seperti media sosial dan Platform Merdeka Mengajar (PMM). "Melalui PMM guru dapat 'belajar' melalui metode penyampaian yang terarah sehingga mudah untuk ditiru dan dimodifikasi sesuai kebutuhan. Ada juga berbentuk video sehingga tidak monoton kita belajar melalui tulisan saja," jelasnya. 

Ibunda menjadi Motivasi Hatta dalam Mengatasi Tantangan

Hatta meyakini, generasi muda penerus bangsa tidak hanya harus memiliki keunggulan dari sisi akademis melainkan juga harus memiliki karakter yang mencerminkan Profil Pelajar Pancasila.

Dalam upayanya membangun karakter murid, tidak dapat dipungkiri, ada saja tantangan yang dihadapi. Hatta menyebut lingkungan di luar sekolah, pengaruh gawai, arus globalisasi, dan pola asuh di rumah; ikut menentukan keberhasilan pendidikan karakter. "Meskipun hari ini guru berupaya keras di sekolah memotivasi anak, lalu kita tengok besoknya, bisa saja anak belum berubah (karakternya)," ungkap Hatta. 

Selama enam tahun terjun sebagai tenaga pendidik, Hatta memulai karirnya sebagai guru honorer pas 2018. Berkat ketekunan dan kesabarannya, ia berhasil lolos seleksi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN P3K) pada pertengahan 2023. Hal yang memotivasi dan memompa semangatnya adalah almarhumah sang ibu yang juga seorang guru agama di SMP 8 Kendari. Sambil menahan kesedihan, Hatta bercerita ada sedikit penyesalan dalam lubuk hatinya karena di akhir hayat sang ibu belum melihatnya sukses menjadi ASN PPPK. menjadi guru dari Ibu yg mrpkn guru agama di SMP 8 Kendari. 

Hatta juga berpesan agar para guru tetap bersemangat dan sabar dalam pengabdian sambil terus meningkatkan kompetensi yang dimiliki.*** (Penulis: Denty A./Editor: Tim Setditjen GTK)

X