GTK - Eka Widi Astuti merupakan Kepala Sekolah SMPN 2 Abung Tengah, Lampung Utara. Semenjak jadi kepala sekolah, ia mengajak para guru untuk menyambut murid di pagi hari. Sebelumnya, kegiatan ini memang belum pernah dilakukan di sekolahnya.
Ia tinggal di Sungkai Utara. Meskipun masih berada di Lampung Utara, jarak rumahnya dari sekolah sekitar 53 KM. Agar sampai di sekolah lebih awal, ia harus berangkat jauh menjelang subuh hari. Namun, karena dirasa kurang efektif, ia akhirnya memilih menginap di rumah warga, sehingga jam 6.15 pagi sudah bisa menyambut murid.
Tindakan Eka tersebut memang sekilas tampak terlalu sederhana dengan pengorbanan yang cukup berat. Namun bagi Eka hal itu merupakan pilihan yang penting dan harus dilakukan. Sebagai kepala sekolah di daerah terpencil, dengan tingkat pendidikan masyarakat yang belum tinggi, serta jauh dari akses transportasi dan komunikasi yang layak, ia harus melakukan berbagai cara untuk membangun kedekatan dengan siswa.
“Kini anak-anak jadi lebih bersemangat datang ke sekolah. Ada yang datangnya sambil berlari. Saya pun jadi lebih dekat dengan anak-anak. Untuk guru paket pun jadi datang lebih pagi,” tutur Eka.
Kedekatan dengan peserta didik sangat membantu mencarikan solusi bagi pembelajaran peserta didik tersebut. Eka teringat ketika ia baru diangkat jadi kepala sekolah di akhir tahun ajaran. Saat itu, terdapat 5 siswa yang direkomendasikan tidak naik kelas. Namun Eka tetap ingin anak tersebut tetap naik kelas.
“Saya minta guru untuk memanggil anaknya, mengumpulkan data, dan mendengar dari murid, orang tua, dan guru. Setelah menemukan benang merahnya, saya memutuskan agar peserta didik tersebut tetap naik kelas dengan percobaan selama 3 bulan,” ungkap Eka.
Dengan pembicaraan dengan murid dan wali murid, Eka semakin memahami persoalan yang dihadapi masing-masing peserta didik tersebut. Di tengah kondisi warga yang mayoritas petani, peserta didik menghadapi berbagai masalah pelik, mulai dari persoalan ekonomi hingga perceraian orang tua, sehingga mereka mesti bekerja dan karena itu proses pendidikan menjadi terbengkalai.
Setelah membuat komitmen, murid selalu datang ke sekolah, orang tua selalu mengingatkan, guru terus mencatat perkembangan. Tiga bulan masa percobaan, ternyata kelima anak tersebut sanggup melanjutkan pembelajaran yang diberikan.
“Saya yakin setiap anak punya kemampuan dan mungkin kita yang belum memaksimalkan potensi anak,” ungkap Eka tak kuasa menahan tangisnya. Betapa lega yang dirasakannya ketika mengenang perkembangan para peserta didik yang direkomendasikan tinggal kelas itu.
Dampak Pendidikan Guru Penggerak
Eka awalnya tidak terlalu percaya diri untuk menjadi kepala sekolah. Ada semacam rasa takut bahwa dirinya tidak bisa mengajak dan membangun kolaborasi dengan para guru, apalagi harus membangun komunikasi dengan pihak-pihak luar.
Namun begitu, setelah menjalani Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Gelombang 3, pikirannya berubah. “Setelah mendapatkan Sertifikat Guru Penggerak, saya menerima amanah tersebut,” katanya. Hal ini terjadi karena selama pendidikan Guru Penggerak ia mendapatkan banyak ilmu yang berharga untuk menjalankan peran sebagai kepala sekolah.
Eka menceritakan bahwa pola pikiranya jadi berubah setelah mendapatkan materi tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Sebelumnya, ia berpikiran bahwa semua model pembelajaran hanya ditentukan oleh guru, ternyata dengan mengutamakan murid.
“Kami juga diajarkan untuk menyusun visi sekolah. Ketika saya menjadi kepala sekolah, saya jadi tahu bahwa visi itu penting untuk capaian suatu satuan pendidikan,” ungkapnya.
Selain itu, Eka mengaku sangat bersyukur mendapatkan materi tentang cara pengambilan keputusan. “Materi ini penting bagi kepala sekolah, karena kepala sekolah bukan hanya mengurus satuan pendidikan saja, tetapi juga mesti berurusan dengan pemangku kepentingan di luar sekolah,” tuturnya.
Yang tak kalah penting, kata Eka, adalah materi tentang asset-based thinking yang mengajarkan cara memaksimalkan aset yang ada. “Sebelumnya kebanyakan satuan pendidikan mengeluh karena tidak punya fasilitas, namun dengan modul ini kita terbiasa berpikir memanfaatkan aset yang ada,” akunya.
Semua materi yang diajarkan Pendidikan Guru Penggerak membuat Eka lebih percaya diri untuk menerima tawaran menjadi kepala sekolah. Setelah dipelajari satu per satu, ia mulai memahami peran dan fungsi kepala sekolah. “Rasa ketakutan saya perlahan menghilang,” lanjutnya.
Komitmen Guru Penggerak
Mengenai kebijakan pemerintah untuk menjadikan Guru Penggerak sebagai Kepala Sekolah, Eka menyatakan kesepakatannya. “Secara keilmuan dan apa yang sudah saya rasakan, saya setuju sekali Guru Penggerak dijadikan Kepala Sekolah maupun Pengawas Sekolah, karena dalam PGP pelajaran utama kita adalah tentang murid. Dan ketika sudah memahami kodrat murid, maka program-program yang disusun akan berorientasi pada murid,” akunya.
Sebagai kepala sekolah yang berawal dari seorang guru penggerak, Eka mengatakan bahwa para guru penggerak akan selalu berkomitmen untuk membuat program yang berorientasi kepada murid, baik di dalam ataupun di luar kelas. Ia mencontohkan bahwa suatu kali dalam program Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, khususnya dalam tema Kewirausahaan, ada guru yang mengusulkan agar siswa membuat makanan. Eka memberi pertimbangan bahwa para murid yang berasal dari kelas bawah itu akan kesulitan membawa peralatan memasak.
“Jadi kepala sekolah itu harus tergerak dulu, baru kemudian bergerak, dan menggerakkan untuk berkolaborasi dan bergerak bersama-sama,” ungka Eka tentang prinsip kepala sekolah yang didapatkannya selama Pendidikan Guru Penggerak.
Pendidikan Guru Penggerak juga membuat Eka sangat aktif menggerak Komunitas Belajar dan praktik-praktik Implementasi Kurikulum Merdeka. Ia pernah menjadi talent ILM HGN 2022 dan narasumber dialog Mendikbudristek RI. Ia juga dikenal sebagai Penggerak Komunitas Belajar pertama di Lampung. “Pokoknya setelah mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, saat menghadapi tantangan di sekolah saya menjadi lebih optimis,” tutupnya.
Guru Penggerak
Percaya Diri Jadi Kepala Sekolah Karena Pendidikan Guru Penggerak
- by Sekretariat GTK
- 18 Januari 2024
- 2953 Views