Sekolah Penggerak

Kisah Sekolah Penggerak di Bantul: “Menanamkan Karakter Murid melalui Mari Bertutur”

GTK - Pagi itu, sebelum pembelajaran dimulai, Pak Teguh sudah memasuki ruang belajar. Biasanya, di waktu seperti itu, ia menunggu murid datang satu per satu. Namun, beberapa murid yang sudah datang langsung berlarian mendekatinya. 

“Pak, ayo lanjutkan cerita kemarin,” pinta salah satu muridnya.

“Iya Pak, mau mendengarkan kelanjutannya,” timpal murid lainnya. 

“Oke, oke. Sabar ya anak-anak, ini baru pukul 7 ya, kalian luar biasa menjadi penyemangat Pak Teguh, kita tunggu dulu ya teman-teman yang lain. Nanti pasti Pak Teguh lanjutkan ceritanya,” jawab Pak Teguh, sangat bahagia, mendengar permintaan anak-anak muridnya.

Kisah di atas terjadi di TKIT Darul Athfal Sendangsari, berdasarkan cerita dari Dr. Kulsum Nur Hayati, fasilitator Sekolah Penggerak PAUD yang ada di Kabupaten Bantul. “Sebagai fasilitator, saya merasa menemukan mutiara yang tersembunyi dari kreativitas yang tumbuh dari bakat atau potensi yang dimiliki oleh guru dari sekolah penggerak inspiratif ini,” ungkap Kulsum.

Whats-App-Image-2023-02-06-at-12-27-35

TKIT Darul Athfal Sendangsari merupakan salah satu sekolah penggerak inspiratif yang berada di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Setelah mengikuti Program Sekolah Penggerak Angkatan 2, sekolah semakin mantap untuk mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada murid, khususnya literasi. 

Untuk meningkatkan keterampilan berbahasa anak, baik bahasa reseptif maupun ekspresif, Pak Teguh dan guru lainnya menggerakkan program Mari Bertutur (Matur). Setiap hari, paling tidak lima menit, Pak Teguh menyampaikan cerita kepada anak-anak. Cerita yang disampaikannya sangat beragam. Ada cerita yang bersumber dari buku cerita dan ada juga dari kejadian sehari-hari yang dialami anak-anak. 

Pak Teguh juga menggunakan medium yang berbeda. “Saya berusaha menghindari agar tidak mengkotak-kotakkan dongeng gaya ini dan dongeng gaya itu. Semuanya saya manfaatkan untuk bertutur kepada anak-anak,” ujarnya. Ada kalanya, ia mendongeng memanfaatkan kartu huruf, dan menggunakan gambar yang dibuat di papan tulis. 

Ada juga cara lain, yang lebih melibatkan partisipasi anak-anak. Anak-anak membuat wayang dari tokoh kartun kesukaan mereka. Setelah wayang sederhana itu selesai, Pak Teguh menggunakan bersama anak-anak untuk bercerita. “Dengan cara ini, pesan-pesan cerita lebih cepat masuk ke anak-anak, karena cerita itu disampaikan dengan medium yang mereka sukai dan mereka buat sendiri,” ujar Pak Teguh dengan antusias. 

Respons Positif dari Murid

Ibu Atik Solehati, Kepala Sekolah TKIT Darul Athfal Sendangsari, mengatakan bahwa dengan program Matur tersebut, mereka berupaya menanamkan dua prinsip dalam program Matur, yakni menanamkan karakter tanpa menggurui dan bertutur interaktif. Ia meyakini bahwa menanamkan karakter tanpa menggurui akan membuat nilai-nilai yang ditanamkan kepada anak-anak dapat terserap tanpa mereka sadari. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Dr. Kulsum Nur Hayati bahwa “selipan nilai moral yang dikemas dalam rangkaian cerita yang menarik dengan bahasa yang sederhana akan lebih mudah dicerna oleh anak-anak.”

Selanjutnya, dengan cara bertutur interaktif, guru dapat mengajak anak-anak ikut serta dalam cerita yang dibawakan. Dr. Kulsum menerangan bahwa bertutur interaktif meningkatkan antusiasme anak-anak untuk menyimak cerita. “Bertutur interaktif, dapat dilakukan dengan mengajak anak-anak melakukan gerakan tertentu, misalkan menirukan cara hewan berjalan, gerakan pohon yang tertiup angin, hujan lebat, dan lain-lain,” terangnya.

IBU-BLITAR

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa bertutur interaktif bisa juga dengan menyuarakan sesuatu, misalkan dengan menirukan suara hewan, suara benda jatuh, pintu terbuka, pintu diketuk, dan lain-lain. “Terkadang Bapak Ibu Guru juga menggunakan nama tokoh cerita dengan menggunakan nama anak, sehingga anak-anak merasa terlibat di dalam cerita yang dituturkan.”

Sebagai fasilitator, Dr. Kulsum turut senang dengan program unggulan di sekolah ini.  “Metode Matur yang telah dikembangkan di sekolah ini mendapatkan respons positif dari anak-anak. Penerapan metode matur berhasil membuat anak-anak mudah menyerap nilai-nilai positif dan karakter yang diceritakan tanpa mereka sadari, mencintai buku, berkenalan dengan buku, timbul rasa tanggung jawab untuk merawat buku, dan diharapkan kelak mereka yang akan menjadi penulis yang kreatif dan inspiratif,” ungkapnya. 

Sangat Cocok dengan Kurikulum Merdeka 

Aktivitas mendongeng sebenarnya sudah lumrah dilakukan di sekolah, termasuk di tempat Pak Teguh mengajar. Pak Teguh mulanya menganggap kegiatan ini sebagai hal yang biasa saja. Namun, saat mengikuti Program Sekolah Penggerak dan dibantu oleh Ibu Kulsum sebagai fasilitator, ia barulah memahami dan menyadari bahwa hal-hal yang awalnya dianggap biasa, justru sesuatu yang luar biasa, bahkan dapat menjadi program unggulan. 

Senada dengan itu, Ibu Atik pun mengakui bahwa PSP telah memberikan mereka tantangan yang positif. “Ketika di Program Sekolah Penggerak, kita bisa melihat kiri-kanan, apa saja yang sudah dilakukan sekolah lain. Dengan begitu, kita jadi terpantik untuk melakukan sesuatu yang bisa jadi unggulan di sekolah kita. Ini sangat positif sekali,” ucapnya.

Whats-App-Image-2023-02-06-at-12-08-57

Baik Pak Teguh ataupun Ibu Atiek merasa bahwa Program Sekolah Penggerak membuat mereka bisa merangkul lebih luas berbagai praktik baik dari sekolah-sekolah lain dan selalu ada dorongan untuk keluar dari zona nyaman.

“Bahkan tantangan yang baru saja kami dapatkan, beberapa waktu lalu kami diminta jadi narasumber praktik baik, untuk menceritakan program Matur. Ini baru pertama kali kami jadi narasumber,” ujar Ibu Atik senang. “Sebuah kebanggaan bahwa sekolah kami bisa menjadi bagian dari Sekolah Penggerak,” tambah Pak Teguh. 

Selain itu, dengan pengalaman di Program Sekolah Penggerak, Pak Teguh semakin meyakini bahwa semua itu tak terlepas dari konsep Kurikulum Merdeka yang dirancang Kemendikbudristek. “Saya, terus terang, sangat cocok dengan Kurikulum Merdeka. Kita memberikan pelajaran A sampai C, namun murid mau sampai E, ya kita kasih. Yang penting kita tetap mengacu ke garis yang sudah ditetapkan. Kurikulum Merdeka memberikan tempat seperti itu, dan benar-benar membuat guru jadi merdeka,” tutupnya. ***

X