Dit. Guru Dikmen Diksus

Empat Komponen Utama Sekolah Penggerak

GTK, Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berusaha mewujudkan murid yang Merdeka Belajar. Untuk mengimplementasikan hal tersebut diperlukan fondasi yang kuat yakni dengan adanya sekolah penggerak. Kemendikbud menargetkan 10.000 sekolah penggerak.

“Kita membangun suatu fondasi yang kuat, perubahan itu kita mulai dari keberadaan sekolah penggerak. Ketika kita melihat sekolah penggerak ada 4 komponen utama yang ada di sana. Yang pertama, adalah peran seorang kepala sekolah. Kita tidak ingin lagi, tidak mau lagi seorang kepala sekolah hanya disibukkan dengan persoalan-persoalan administratif dan manajerial semata,” kata Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Praptono melalui telekonferensi di acara Talkshow Kemitraan untuk Pembelajaran (P4L) #3, Jakarta, Selasa (12/5/2020).

“Jauh lebih dari itu kita menginginkan bahwa seorang kepala sekolah dapat memahami pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar. Sehingga ketika guru-guru yang dipimpinnya memiliki persoalan di dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar di kelas, maka seorang kepala sekolah bisa hadir untuk memberikan solusi. Tentu itulah kita berharap itu ke depan seorang kepala sekolah yang memang mumpuni dalam kepemimpinan pembelajaran atau instructional leader,” tambah Praptono.

Talkshow Kemitraan untuk Pembelajaran (P4L) #3 digelar atas kerja sama program kemitraan INOVASI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama. The Innovation for Indonesia’s School Children (INOVASI) merupakan program kerja sama antara pemerintah Australia dan Indonesia. INOVASI mencoba meningkatkan hasil pembelajaran siswa di bidang literasi dan numerasi untuk tingkat Sekolah Dasar.

Praptono menyambung penjelasannya dengan komponen berikutnya yakni guru.

“Yang kedua, unsur yang sangat penting juga adalah seorang guru. Kita tadi sudah banyak diceritakan tentang bagaimana keberhasilan guru-guru yang dikawal oleh INOVASI, bahwa guru tidak lagi mengacu kepada penuntasan isi kurikulum, kemudian mengabaikan pendekatan yang humanis, modifikasi, dan adaptif terhadap kegiatan pembelajaran dengan melihat karakter dari peserta didik,” ujar Praptono.

“Nah kita ingin ke depan guru-guru Indonesia adalah guru-guru yang berpihak kepada anak dan mengajar sesuai target kemampuan siswa. Untuk itulah kita ingin para guru kita memiliki kemampuan modifikasi dan adaptasi di dalam memahami kurikulum nasional. Dan kemudian mampu untuk merancang, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang itu berbasis pada karakter dan kemampuan dari setiap peserta didik,” imbuhnya.

Praptono melanjutkan pembahasannya dengan visi Merdeka Belajar yakni fokus pada hasil belajar siswa.

“Nah kemudian komponen yang ketiga, mau dibawa ke mana arah perubahan dari hasil belajar anak. Perlu saya tegaskan di sini proses pembelajaran tidak berhenti pada peningkatan kompetensi para guru semata, tetapi jauh lebih dari itu kita ingin melihat bagaimana capaian hasil belajar anak. Saya sangat senang ketika guru-guru sudah terbiasa melihat karya ataupun hasil dari pekerjaannya itu dengan melihat seberapa besar peningkatan kemampuan hasil belajar anak,” ungkap Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Praptono.

“Seperti tadi dicontohkan dari kemampuan literasinya yang 20 sekian persen menjadi 50 persen. Nah ini adalah satu langkah yang baik. Mas Menteri dalam berbagai kesempatan mengingatkan semuanya tentang 6 karakter Pelajar Pancasila. Dan ini perlu saya garis bawahi karena ini menjadi indikator yang tidak bisa kita abaikan dalam kegiatan pembelajaran yaitu berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan kebhinekaan global,” sambung Praptono.

Praptono menutup penjelasannya dengan pentingnya organisasi penggerak dalam membantu suksesnya sekolah penggerak.

“Nah yang terakhir komponen pendukung utama dari sekian banyak perubahan yang juga menjadi concern, tentang bagaimana kita mengoptimalkan keterlibatan komunitas. Orang tua, tokoh, organisasi-organisasi yang selama ini sudah memiliki praktik baik dari program-program yang dijalankan di sekolah, maka itu bagaimana bisa diupayakan untuk menyokong sekolah dalam meningkatkan kualitas belajar siswa. Perubahan-perubahan yang sangat mendasar ini sudah kita mulai, pasti,” tutur Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Praptono.

X