Dit. Guru Dikmen Diksus

Belajar dari Praktik Baik Pembelajaran di Daerah 3T

GTK, Jakarta –  Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa nyata dilakukan hingga ke wilayah yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Hal itu diwartakan oleh kepala sekolah SMAN Kolana, Kabupaten Alor, NTT, Siti Nurul Aini Syaban.

Siti menceritakan kondisi sekolahnya yang berjarak 120 km dari pusat kota, dengan fasilitas listrik yang menyala pada malam hari, serta tidak ada internet. Kondisi sekolah terdiri dari 86 siswa yang terbagi menjadi 5 rombongan belajar (rombel).

“Ketika pembelajaran dari rumah dilaksanakan pada akhir Maret 2020, kami bingung, apa yang kami lakukan dengan kondisi yang ada,” tutur  Siti saat menjadi narasumber Webinar Seri Hari Guru Nasional bertema “Pengabdian Tiada Henti di Tapal Batas”, Rabu (11/11/2020).

Siti menjelaskan lebih lanjut tentang keadaan sekolah dan peserta didiknya, mulai dari sarana prasarana yang sangat minim, hanya sekitar 10% siswa yang memiliki hp/android, hingga jarak rumah siswa ke sekolah yang bervariasi. “Ada yang sampai 10 km, bahkan ada yang di seberang pulau,” terang Siti tentang rentang jarak rumah siswa dengan sekolah.

Meski begitu segenap guru dan tenaga kependidikan SMAN Kolana tidak berpangku tangan dan menyerah pada keadaan. Sebagai informasi, guru di SMAN Kolana berjumlah 18 orang, terdiri dari 2 orang berstatus PNS dan yang lainnya (88% guru di sekolah tersebut) adalah honor komite.

Siti membagi termin aksi nyata dengan kondisi yang ada berupa planning, action, evaluating.

“Mulai dari perencanaan, rapat di sini kami sebut rapat ‘perjuangan’. Untuk mengumpulkan guru dan pegawai, karena tidak ada sinyal, kami menentukan satu tempat, di depan gerbang kampung, biasa disebut tempat sinyal. Dari rapat tersebut kami membahas mengenai strategi untuk pembelajaran,” beber Siti yang merupakan alumnus S2 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Pada langkah action, minggu pertama dan kedua, peserta didik belajar dari rumah.

“Pada minggu ketiga, strateginya karena jumlah rombel ada 5 kelas. Kelas XII sudah menyelesaikan ujian sekolah. Dari 3 rombel ini kami bagi menjadi 2 kelompok kecil. Jadi nanti terdapat 6 kelompok kecil. Kami alokasikan waktu 60 menit pertama untuk rombel pertama, begitu seterusnya,” jelas Siti yang pernah berkiprah sebagai guru Matematika di SMAN 1 Kalabahi, Kabupaten Alor, NTT.

“Pada minggu ketiga, guru dan tenaga kependidikan wajib hadir di sekolah. Guru memberikan tugas. Tugas ini bisa bahan yang di-print oleh guru. Bahkan ada juga guru karena keterbatasan laptop, tidak memiliki laptop, guru tersebut hanya menulis tugas, penugasan dengan tulis tangan di kertas dan diperbanyak sebanyak siswa. Diperbanyak, bukan difotokopi, tapi ditulis tangan lagi,” rinci kepala sekolah SMAN Kolana, Siti Nurul Aini Syaban.

Ada pun untuk siswa yang memiliki hp, guru dapat membagi video-video pembelajaran yang sudah diunduh.

Pada minggu keempat, siswa menyerahkan tugas yang telah diberikan oleh guru mata pelajaran. “Setiap minggu kami evaluasi mengenai kehadiran dan keaktifan siswa. Kami dapati ada siswa yang belum pernah sama sekali hadir, ada yang hanya separuh saja mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru mata pelajaran. Sehingga guru BK dan wali kelas melakukan home visit,” ungkap Siti.

Pada minggu kelima, dilaksanakan ujian akhir sekolah (UAS).

“Tidak ada tatap muka, soal-soal yang sudah disiapkan oleh guru mata pelajaran untuk didistribusikan kepada anak-anak semua,” terang Siti mengenai mekanisme ujian.

“Untuk siswa yang di seberang pulau, karena transportasi dari pulau ke lokasi sekolah ini biasanya seminggu sekali, tidak setiap hari ada, maka yang kami lakukan agar siswa di seberang pulau bisa mendapatkan pembelajaran yaitu wali kelas mengambil tugas dari semua guru mapel secara keseluruhan, kolektif, dikirimkan lewat motor laut tersebut untuk siswa yang ada di seberang pulau menyelesaikan tugas-tugas, dan minggu berikutnya mereka kirim kembali,” ujar kepala sekolah SMAN Kolana, Kabupaten Alor, NTT, Siti Nurul Aini Syaban.

X