Guru Penggerak

Program Pendidikan Guru Penggerak Cetak Pemimpin Pembelajaran yang Inovatif di Satuan Pendidikaan

GTK, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, 24 Mei 2023 – Salah satu syarat bagi guru yang diberi penugasan sebagai kepala sekolah adalah memiliki sertifikat pendidik. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan kualifikasi kebutuhan tenaga pendidik yang semakin tinggi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejak tahun 2022 berupaya menyiapkan bibit-bibit pemimpin di dunia pendidikan melalui Program Guru Penggerak (PGP). Oleh karena itu, saat ini kepemilikan sertifikat Guru Penggerak menjadi syarat tambahan bagi guru yang akan menduduki jabatan sebagai kepala sekolah.  

Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Dengan jenjang karir yang kian menjanjikan, Program Guru Penggerak menjadi sarana dalam mengakomodir lahirnya calon kepala sekolah dan pengawas masa depan yang kompeten untuk memimpin laju akselerasi di satuan pendidikan di seluruh Indonesia.  

PGP membekali guru dengan tiga hal penting yakni paradigma dan visi, pembelajaran yang berpihak pada peserta didik, serta pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sekolah. Program ini tidak saja bertujuan untuk mencetak guru profesional melainkan juga menyiapkan guru Indonesia menjadi pemimpin pendidikan. 

“Kami mohon bantuan seluruh jajaran pemda Sumatra Utara yang dipimpin oleh Bapak Bupati, jika ada kepala sekolah yang masa kerjanya sudah purna, bisa mengangkat Guru Penggerak untuk menggantikannya karena Guru Penggerak telah kami persiapkan dengan segala kompetensinya untuk mendukung peningkatan mutu di satuan pendidikan,” ujar Direktur Pendidikan Profesi Guru, Temu Ismail, dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatra Utara (Sumut), pada Senin (22/5/2023).  

Pada kunjungan kerja ini, Kemendikbudristek memotret antusiasme Guru Penggerak yang menceritakan pengalaman mereka menjalankan konsep pembelajaran yang “berbeda” dari sebelumnya. Di antara para Guru Penggerak tersebut, ada perwakilan Guru Penggerak angkatan 3 yang begitu antusias menceritakan inovasinya. Mereka adalah Juni Hariyanto dan Lili Gusni. Bahkan, berkat kreativitas mereka membuat bahan ajar yang menarik untuk mendukung proses pembelajaran di kelas, keduanya berhasil mendapat penghargaan dari Kemendikbudristek. Berikut praktik baik mereka.  

Suka duka Juni Hariyanto selama setahun terakhir menjadi kepala sekolah dijalaninya dengan optimistis dan penuh semangat. Berbagai materi yang ia dapat selama 9 bulan menjalankan Program Guru Penggerak ia praktikkan dalam keseharian sebagai kepala sekolah. Keinginannya hanya satu, yaitu setulus hati memberikan sumbangsih terbaik dalam membangun dunia pendidikan.  

Ide kreatifnya membuat bahan ajar yang dinamai “Buku Misteri” berhasil menjadikan ia satu-satunya perwakilan dari Sumut yang meraih juara kedua dalam ajang Guru Berprestasi dan Inovatif di tingkat nasional pada tahun 2020. Tantangan pembelajaran selama pandemi yang mengharuskan peserta didik belajar di rumah, mendorong Juni untuk menggagas terobosan yakni membuat rangkuman materi pembelajaran yang melibatkan siswa dan orang tua.

Buku rangkuman ini ketika dibuka akan memunculkan bidang bangun tiga dimensi di setiap lembarnya sehingga ketika siswa mempresentasikan rangkuman materi pembelajaran tertentu maka guru maupun siswa lain yang menyaksikan lebih mudah memahami materi. Juni mengklaim bahwa ide ini berhasil menarik minat peserta didik dalam belajar.  

“Sebab, judulnya saja memancing anak untuk tahu isinya dan ada unsur kejutan dari siswa yang membuatnya. Saat buku dibuka, ada bidang yang menarik untuk dilihat yang membantu anak untuk memahami materi pembelajaran. Selain itu, proses pembuatannya juga melibatkan orang tua,” sebut Juni menuturkan dampak positif dari model pembelajaran yang diterapkannya. Tak hanya itu di sekolah Juni saja, gagasan alat ajarnya ini, turut memancing kreativitas guru lain untuk mengamati, membuat, dan memodifikasi bahan ajar menarik lainnya.  

Diakui Juni, banyak orang tua yang berpendapat bahwa pendidikan adalah tanggung jawab sekolah. Padahal proses mendidik harus berjalan secara konsisten berkesinambungan termasuk di rumah. Dengan tugas yang ia berikan,  secara tidak langsung mengajak orang tua untuk mengambil bagian dari proses belajar anak-anaknya.  

Juni sudah setahun menjabat sebagai kepala sekolah di UPTD SDN 03 Perkebunan Cipare-pare, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara. “Motivasi terbesar saya adalah mengembangkan praktik baik yang sudah saya dapatkan selama mengikuti PGP terhadap sekolah yang saya pimpin saat ini,” ungkapnya. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menjabat sebagai kepala sekolah karena sebagai guru ia telah membuktikan integritas dan kreativitasnya dalam memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi siswa.  

Praktik baik yang digagas guru, secara nyata mengimbas pada guru lain. Rekan Juni yaitu Lili Gusni, yang juga alumni Guru Penggerak Angkatan 3 yang mengajar di UPTD SDN 28 Indrapura, terdorong untuk membuat inovasi yang diberi nama “Botol Pintar”. Media ajar ini pembuatannya mudah dengan memanfaatkan barang bekas di lingkungan sekitar.  

Lili menggunakan botol air mineral bekas yang berbahan dasar plastik untuk dihias ulang sehingga lebih menarik. Alat ajarnya ini diapresiasi langsung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makrim, pada puncak Hari Guru Nasional tahun 2022 dalam sebuah ajang penghargaan bagi Guru Inovatif dan Inspiratif.  

Sebelum memulai pembelajaran, Lili berkreasi dengan botol plastik tersebut, memotongnya sebagian hingga menyerupai gelas lalu menyusunnya sejajar dan diisi dengan lembar pertanyaan seputar materi yang ia akan ajarkan. Saat pelajaran dimulai, Lili terlebih dulu menerangkan materi kepada siswa. Setelah selesai, siswa mengambil kertas pertanyaan pada salah satu botol. Siswa yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar, dapat mengambil kertas dalam botol “Reward” dan siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan dengan benar akan mengambil botol “Punishment”.   

“Untuk reward anak-anak kita sediakan bingkisan berisi makan ringan yang mereka sukai. Sedangkan untuk punishment kami suruh mereka menyebutkan nama-nama presiden, bernyanyi, maupun kegiatan lain yang sifatnya mendidik dan menyenangkan siswa,” jelas Lili yang menggunakan teknik pembelajaran tersebut guna meningkatkan ketertarikan siswa terhadap literasi.  
 

X