GTK, Jakarta – Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, Standar Penilaian Pendidikan. Hal tersebut turut disorot Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy pada Malam Penganugerahan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2019.
“Bahkan kalau kita merujuk pada 8 Standar Nasional Pendidikan maka menurut saya yang paling penting dari 8 itu adalah guru. Kalau ada guru, maka 7 standar yang lain itu, dalam arti guru yang profesional, guru yang memiliki dedikasi, yang dia bekerja atas panggilan hati nurani, maka 7 standar yang lain itu akan dengan sendirinya terpenuhi,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy pada Malam Penganugerahan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2019 di ballroom Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
“Yang merumuskan keluaran sekolah ya guru. Jadi seandainya tidak ada rumusan, guru bisa merumuskan. Kalau tidak ada kurikulum, tidak ada standar isi yang tersedia, guru bisa membuatnya. Kalau tidak ada sarana-prasarana, guru bisa membikin sarana-prasarana. Nggak ada sekolahan, guru bisa bikin sekolah, sekolah di lapangan juga tidak apa-apa. Apa pun sebetulnya dari 8 standar itu tergantung kepada guru,” imbuh Muhadjir.
Pemilihan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2019 dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai dengan tingkat nasional. Kegiatan ini memiliki 28 kategori lomba. Event ini diselenggarakan mulai tanggal 13 s.d. 18 Agustus 2019 yang diikuti 691 orang perwakilan dari 34 provinsi. Dalam kesempatan Malam Penganugerahan, Mendikbud mengungkapkan bahwa kurikulum yang sesungguhnya adalah guru.
“Bahkan kurikulum yang sesungguhnya itu adalah guru. Totalitas kehadiran guru, baik dari segi penampilan fisik, gestur, ucapan, semuanya itu adalah bagian dari kurikulum, real kurikulum, kurikulum yang sesungguhnya adalah guru. Biar kita gonta-ganti kurikulum setahun 1.000 kali, kalau gurunya diam saja tidak pernah menggunakannya, tidak pernah baca, tidak pernah diterapkan, jadi sesungguhnya kuncinya di guru. Biar tidak pernah ada perubahan kurikulum, kalau gurunya memang profesional maka otomatis pendidikan akan semakin baik. Karena itu kata kuncinya adalah guru,” ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Mendikbud Muhadjir berharap para guru dan tenaga kependidikan yang mengikuti event prestisius ini dapat mengimbaskan positif kepada rekan-rekan pejuang pendidikan.
“Saya harap kehadiran saudara di sini merupakan representasi dari para guru yang terbaik di antara yang terbaik. Masalahnya begitu dapat predikat sebagai guru dan tenaga kependidikan terbaik penuh dedikasi apakah bisa me-maintain, memelihara predikat itu dan menginspirasi guru-guru yang lain. Sehingga penilaiannya tidak cukup 3 hari di sini lalu disimpulkan. Akan kita lihat apakah nanti betul dia memiliki dampak positif terhadap koleganya, terhadap teman-teman sejawatnya atau tidak. Kalau ternyata keterpilihannya hanya untuk dirinya sendiri, ya berarti dia bukan guru yang baik. Ya memang hebat, tapi hebat untuk dirinya sendiri dan bukan untuk orang lain,” ungkap Mendikbud Muhadjir Effendy.