GTK - Baru-baru ini, dalam perayaan HUT PGRI ke-78, Presiden Jokowi menyatakan bahwa guru-guru mengalami tingkat stres yang tinggi. Pernyataan ini didasarkan pada temuan dari sebuah lembaga riset internasional. Tingginya tingkat stres di kalangan guru dipengaruhi oleh perilaku siswa, perubahan kurikulum, dan perkembangan teknologi.
Lebih lanjut, stres yang dialami guru ini berkaitan erat dengan kesehatan mental mereka. Menurut WHO, kesehatan mental guru adalah kondisi di mana individu mampu mengatasi stres, bekerja produktif, dan memberikan kontribusi pada komunitasnya. Dengan definisi tersebut, terdapat hubungan sebab akibat antara stres dan kesehatan mental, di mana stres yang dialami guru dapat mengganggu kesehatan mental mereka.
Faktor lain yang mempengaruhi kesehatan mental guru termasuk tuntutan pekerjaan yang ketat dari kepala sekolah, ambisi untuk naik jenjang karir, ekspektasi dari orang tua murid terhadap anak-anak mereka yang belum mengalami perubahan, serta berbagai masalah yang dihadapi guru di rumah.
Guru juga manusia biasa dengan kewajiban di rumah tangga. Mengurus anak, pasangan, dan kehidupan domestik adalah sebagian dari tanggung jawab mereka di rumah, di samping kewajiban lainnya. Kompleksitas kewajiban ini kadang-kadang dapat menyebabkan stres, sehingga berdampak pada kesehatan mental mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, solusinya sebenarnya tidak terlalu sulit. Guru perlu menerapkan pola pikir keseimbangan kerja-hidup (Work-Life Balance). Tuntutan pekerjaan yang besar dan ambisi karir, ditambah dengan tanggung jawab sebagai ibu di rumah, seharusnya dapat diprioritaskan oleh guru. Singkatnya, harus ada keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Sesekali, di waktu luang atau hari libur, guru bisa meluangkan waktu untuk healing.
Merdeka Belajar
Terapkan Pola Pikir Keseimbangan Kerja-Hidup
- by Sekretariat GTK
- 08 Januari 2024
- 332 Views