Sekolah Penggerak

Window Shopping, Metode Pembelajaran untuk Memfasilitasi Gaya Belajar Kinestetik

GTK – Pembelajaran berdiferensiasi merupakan metode pembelajaran yang mampu memfasilitasi karakter peserta didik yang beragam dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Implementasi pembelajaran berdiferensiasi sudah diterapkan oleh para guru penggerak di sekolah-sekolah penggerak, salah satunya di SMA Negeri 3 Surakarta yang merupakan Sekolah Penggerak di Provinsi Jawa Tengah. Salah satu metode pembelajaran yang diterapkan untuk memfasilitasi peserta didik dengan gaya belajar kinestetik adalah dengan proyek Window Shopping.

Dalam Window Shopping, peserta didik belajar secara berkelompok di dalam kelompoknya masing-masing sekaligus belajar dengan kelompok lain. Jadi siswa tidak hanya duduk di kursi masing-masing, melainkan bebas berkeliling kelas untuk berdiskusi dengan kelompok lain mengenai materi pelajaran. Hal itu dilakukan untuk memfasilitasi gaya belajar siswa yang kinestetik. Calon guru penggerak di SMAN 3 Surakarta, Wardi, mengatakan, sebagai seorang pendidik, guru harus mampu melayani peserta didik yang memiliki beragam karakter, gaya belajar yang berbeda-beda, dan berbagai macam persiapan belajar.

“Jadi dalam Window Shopping, siswa diberi kesempatan untuk keliling, menanyakan kepada kelompok lain mengenai materi yang dikuasai masing-masing kelompok, sehingga semua materi yang disampaikan bisa terserap oleh anak-anak. Itulah salah satu metode sebagai fasilitasi gaya belajar anak-anak yang kinestetik,” ujar Wardi di SMAN 3 Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (12/7/2022).

Selain itu, salah satu implementasi pembelajaran yang diterapkan Wardi sebagai guru penggerak adalah proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Selain sebagai guru matematika, Wardi juga membimbing siswa dalam proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila. “Sebagai salah satu contoh proyeknya, tema yang kami ambil adalah tentang kearifan lokal. Kami minta anak-anak untuk mengenal tentang kearifan lokal di sekitar mereka. Setelah itu mereka mengaktualisasi apa yang akan mereka angkat dalam tema tersebut atau topik apa yang akan mereka angkat. Setelah itu mereka merencanakan apa yang akan mereka kerjakan.

“Sebagai salah satu pembimbing atau fasilitator proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila, saya mengarahkan anak-anak untuk mengembangkan karakter mereka yang sesuai dengan 6 karakter dalam Profil Pelajar Pancasila. Kemudian mereka mengadakan panen raya atau menyampaikan hasil proyek yang sudah dikerjakan mengenai kearifan lokal, lalu melaksanakan refleksi bersama. Mereka juga diarahkan untuk mampu melihat dampaknya serta membuat rencana tindak lanjut ke depan,” tutur Wardi.

Metode pembelajaran Window Shopping tersebut disukai para peserta didik di SMAN 3 Surakarta, salah satunya Athaya. Ia mengatakan, Window Shopping merupakan metode pembelajaran yang menyenangkan. “Jadi ada presentasi menggunakan metode berkelompok. Lalu ada yang jaga stan, dan sisanya berkeliling ke kelompok lain untuk melihat proyek kelompok lain,” katanya. Ia juga menyukai metode pembelajaran di luar kelas yang diterapkan Wardi saat pelajaran matematika. “Kami juga keliling untuk belajar di luar kelas supaya tidak jenuh saat belajar matematika,” ujar Athaya.

Penanggung Jawab Program Sekolah Penggerak di SMAN 3 Surakarta, Eny Nursanti, mengatakan, di sekolah penggerak, peserta didik dipersilakan untuk mengeksplorasi dirinya sendiri sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. “Sehingga pada kelas 10 (di tahun pertama), peserta didik tidak perlu dijuruskan. Kemudian pada tahun kedua, peserta didik dipersilakan mengambil rumpun mapel yang mereka minati sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan mereka, serta disesuaikan dengan program studi yang akan mereka ambil di perguruan tinggi,” katanya.

Menurut Eny, hal itu menjadi salah satu keunggulan sekolah penggerak dibandingkan dengan sekolah lainnya. Selain itu, di sekolah penggerak peserta didik juga diberikan ruang untuk mengeksplorasi dirinya sendiri melalui pembelajaran proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Eny menuturkan, pembelajaran berbasis proyek tersebut bersifat menyenangkan, lebih eksploratif, mandiri, dan mengedepankan kerja sama. “Dalam mengerjakan proyek, peserta didik tidak perlu berada di dalam kelas. Mereka bisa berada di luar kelas untuk berkreasi dan menciptakan hasil karya atau aksi nyata sesuai dengan minat mereka masing-masing,” ujarnya. 

X