Berita

Tentang Jalur Zonasi Minimal 50% Pada PPDB Tahun Ajaran 2020/2021

GTK – Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.

Pada Permendikbud PPDB Sebelumnya (Permendikbud No. 51 Tahun 2018 jo Permendikbud No. 20 Tahun 2019):

  • Jalur zonasi minimal 80%
  • Jalur prestasi maksimal 15%
  •  Jalur perpindahan orang tua/wali maksimal 5%
Sedangkan pada Permendikbud PPDB Terbaru (Permendikbud No. 44 Tahun 2019):

  • Jalur zonasi minimal 50%
  • Jalur afirmasi minimal 15%
  • Jalur perpindahan orang tua/wali maksimal 5%
  • Jika ada sisa kuota, jalur prestasi dapat dibuka, bisa berdasarkan UN ataupun prestasi akademik dan nonakademik lainnya. Jalur ini, dengan demikian, maksimal 30%
 

Jika menilik komparasi tersebut, maka Komposisi PPDB jalur zonasi tahun ajaran 2020/2021 dapat menerima siswa minimal 50 persen (bandingkan dengan PPDB tahun ajaran 2019/2020), apa pertimbangan Pemerintah Pusat melakukan perubahan komposisi tersebut? Pada laman kemdikbud.go.id, ada dua alasan utama perubahan komposisi tersebut. Pertama, Pemerintah Pusat mendengar beberapa masukan dari Pemerintah Daerah untuk mencapai jalur zonasi dengan batas minimum 80% mengalami kesulitan. Karena khawatir tidak mencapai angka tersebut, satuan zona diperbesar. Bahkan wilayah satu kota menjadi satu zona, tidak dibagi menjadi beberapa zona karena khawatir ada sekolah yang tidak mendapatkan siswa. Jika satu zona sudah sebesar wilayah administrasi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, maka esensi dari PPDB melalui jalur zonasi ini menjadi tidak jelas. Dengan adanya aturan yang tidak seketat dahulu, diharapkan Daerah lebih optimis bahwa tujuan PPDB melalui jalur zonasi ini dapat diwujudkan.

Kedua, yang tidak kalah pentingnya adalah masalah kondisi sekolah di Indonesia yang masih belum merata kualitasnya. Demikian pula penyebaran guru yang berkualitas tinggi juga masih belum merata. Menurut data terakhir Kemendikbud, ruang kelas yang kondisinya tergolong baik tidak mencapai 50% di seluruh Indonesia. Artinya lebih banyak ruang kelas yang rusak dibandingkan yang baik. Pemerintah Daerah perlu melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tentang masalah ini, begitu juga dengan akses pendidikan yang semakin sulit dicapai anak-anak miskin di jenjang yang lebih tinggi. Namun demikian, Pemerintah Daerah pasti perlu waktu untuk memperbaiki kondisi ruang kelas dan pendistribusian guru berkualitas, di sisi lain siswa lulus dari sekolah setiap tahun tanpa henti, tidak bisa menunggu ruang kelas direnovasi atau guru berkualitas dirotasi. Maka jangan sampai kebijakan untuk pemerataan pendidikan mengorbankan anak.

X