Berita

Optimalisasi MGMP untuk Peningkatan Kompetensi Guru

GTK – Rencana pendidikan untuk tahun 2020 tetap fokus pada pembangunan karakter sebagai payung dari seluruh visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalamnya mencakup mendorong motivasi semua perangkat sekolah agar senang meningkatkan ilmu dan kompetensi, termasuk di dalam skema perekrutan, pelatihan, dan evaluasi guru.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan hal itu dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional 2019 di Jakarta, Kamis (9/5/2019). Ia mengatakan, pendidikan karakter tidak hanya pendidikan mengenai moral, tetapi sebuah konsep pendidikan holistik yang di dalamnya mengandung nilai toleransi, integritas, mandiri, kolaborasi, dan nasionalis. Lima nilai ini saling terkait untuk membentuk individu yang kritis dan empatik.

Karena itu, guru harus memahami metode pendidikan yang mengembangkan keseluruhan potensi ini, tidak hanya pada sektor akademis dan kognitif. Pendidikan karakter merupakan payung memasuki literasi guna menciptakan pemelajaran yang berbasis penalaran (higher order thinking skills) karena membutuhkan kemandirian untuk terus belajar, memiliki integritas, dan berwawasan luas.

Hasil Ujian Nasional 2019 yang dikeluarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud mengungkapkan, siswa yang semakin memiliki literasi, termasuk kecakapan mengetahui akurasi berita, memiliki nilai UN lebih tinggi daripada yang tidak melek berita.

“Pemelajaran ini membutuhkan guru yang cakap. Tidak hanya pandai, tetapi memiliki pemikiran yang terbuka,” kata Muhadjir seperti dilansir harian Kompas.

Optimalisasi MGMP

Terkait peningkatan kompetensi guru, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Supriano menerapkan metode pelatihan guru yang akan dimulai pada tahun ajaran 2019/2020. Metode ini masih menggunakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran, tetapi beda dari cara pelaksanaan.

Skema pelatihan terdahulu adalah guru-guru dikumpulkan dan diberi paparan teoretis bersifat searah. Setelah itu, mereka kembali ke sekolah masing-masing tanpa ada pengawasan lanjutan mengenai penerapan dan keberhasilan materi hasil pelatihan.

Pelatihan yang baru menggunakan pendekatan berbasis masalah di zonasi masing-masing. Pada pertemuan pertama guru mendiskusikan masalah yang dialami dan mencari jalan keluar. Berdasarkan jalan keluar itu, mereka membuat rencana pelaksanaan pemelajaran untuk mata pelajaran yang diampu dan langsung diterapkan di sekolah. Di pertemuan berikutnya mereka membahas evaluasi mingguan dari penerapan tersebut.

“Setelah tiga minggu, guru-guru mengevaluasi jika metode itu harus diperbaiki atau malah diganti. Setiap pertemuan harus bersifat produktif sekaligus evaluatif,” ujar Supriano.

X