Dit, Guru Dikdas

Guru: Selama Belajar di Rumah, Orang Tua Menjadi Pendamping Membentuk Karakter Anak

GTK, Jakarta – Masa darurat pandemi Covid-19 membawa perubahan besar dalam penyelenggaraan pendidikan. Hingga bulan kelima ini, tahun ajaran 2020/2021 yang dimulai 13 Juli 2020, kegiatan tatap muka masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.

Untuk menyambut tahun ajaran baru ini Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar,  Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun mengadakan kegiatan dalam format daring yakni dengan menggelar webinar  selama satu bulan.

Tema yang diangkat pada sesi pertama, minggu kedua ini adalah Kolaborasi Guru dan Orang Tua dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Masa Pandemi”. Pada sesi ini menghadirkan dua narasumber yakni Fairuz A.Rafiq (artis/publik figur) dan  Riskitri Wigih (Guru SDS Labs School Kaizen). Kegiatan ini diselenggarakan dan disiarkan langsung di kanal YouTube GTK Dikdas Kemdikbud pada 7 Juli 2020 pukul 09.00-11.00 WIB.

Pada kesempatan ini Fairuz A.Rafiq berbagi cerita tentang pengalamannya sebagai orang tua saat mendampingi anaknya saat belajar di rumah selama pandemi Covid-19. Menurutnya ini pengalaman yang sangat berkesan dan tidak terlupakan.

Dia mengungkapkan, ternyata menjadi seorang guru tidak mudah, dibutuhkan kesabaran dan ketelitian yang luar biasa. “Selama pandemi ini saya menjadi guru di rumah. Ternyata tidak mudah sama sekali. Saya semakin salut buat semua guru di seluruh Indonesia karena luar biasa  butuh kesabaran dan  ketelitian,” ujarnya.

Dia mengatakan pada awal anak belajar di rumah, dia merasa shock. Karena dia menghadapi banyak pertanyaan dari anaknya. Misalnya, tentang apa itu virus corona dan mengapa harus belajar di rumah.  "Anak saya baru umur 8 tahun jadi tidak mudah memberitahu kepada dia,” ujarnya

Dia mengatakan yang bisa dipetik dari pengalaman mendampingi anak belajar di rumah adalah dirinya bisa belajar tentang arti kesabaran. Dan semakin memberikan penghormatan kepada para guru yang selama ini telah sabar mendidik.  Ini baru mengatasi satu sifat anak saya kadang kewalahan. Sementara   guru  menghadapi siswa satu kelas dengan berbagai macam sifat. Tapi guru bisa menanganinya. Ini sangat luar biasa,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama Riskitri Wigih selaku guru di SDS Labs School Kaizen mengatakan,  bahwa situasi pandemi ini bukanlah suatu hal yang diinginkan dan diharapkan. Tapi dengan adanya wabah ini proses pembelajaran harus tetap berjalan meski dengan tidak secara langsung bertatap muka seperti biasanya.

Dia mengatakan di awal-awal memang menghadapi kesulitan. Namun, dengan kerja sama dan kesabaran hal itu bisa dilalui. Pembelajaran jarak jauh melalui aplikasi pembelajaran yang sudah sekolah desain pun menjadi opsi. “Awalnya kita memahami ada kendala-kendala. Jadi yang mengalami stres  tidak hanya terjadi pada orang tua, guru, dan siswa juga mengalami hal yang sama,” katanya.

Dia menjelaskan pihak sekolah terus berusaha agar pembelajaran benar-benar sampai kepada anak-anak, tentu dengan skema yang tidak memberatkan. Yakni tidak memberikan beban pelajaran seperti sebelum datangnya wabah corona ini.  “Karena kami yakin dengan anak-anak diisolasi, gurunya diisolasi dan orang tuanya diisolasi jadi ini berpengaruh besar bagi psikis kita, apalagi dengan beban belajar yang seperti biasanya. Maka ada strategi-strategi yang kami ambil, misalnya pada pembelajaran biasa kita bisa sampai jam 15.30  karena kita adalah full day school. Pada masa pandemi ini kita batasi sampai jam 12,” jelasnya.

Dia menjelaskan dengan adanya banyak pilihan aplikasi pembelajaran, atau  platform-platform digital sangat membantu selama kegiatan belajar jarak jauh ini.

Lebih lanjut dia menegaskan, selama belajar dari rumah, guru tidak memindahkan beban mengajar kepada orang tua siswa. “Kami memahami orang tua di rumah banyak yang tidak memiliki background mengajar secara akademis tentunya kami menyiapkan strategi yang tidak membebani orang tua,” jelasnya.

Namun, orang tua memiliki fungsi menemani anak-anak belajar di rumah. Orang tua yang menggantikan peran guru sebagai pendamping. Yakni sebagai pendamping dalam membentuk karakter anak.  “Misalnya saat ujian, orang tua harus bisa menjadi pendamping karakter anak, misalnya terkait kejujuran anak dalam mengerjakan soal ujian,” terangnya.

Selain itu, dia menjelaskan selama belajar di rumah, guru juga tidak memberikan beban tugas yang banyak, yang paling penting adalah kompetensi bisa dicapai oleh seluruh peserta didik.  “Yang terpenting rasa belajar tetap ada meski di rumah. Maka kami tetap menghadirkan rasa belajar di rumah dengan cara yang fun dan tidak memberikan beban tugas yang terlalu banyak,” ungkapnya.

X