Dit. Guru PAUD Dikmas

Antusiasme Pendidikan di Tengah Terjalnya Geografis Papua

GTK, Pangkalpinang – Hakikat dari Education For All (EFA) atau Pendidikan Untuk Semua (PUS) pada intinya adalah mengupayakan agar setiap warga negara bisa mendapatkan haknya atas layanan pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, gerakan Education For All yang diusung PBB itu sejalan dengan konsep Broad Based Education atau Pendidikan Berbasis Luas.

Pendidikan Berbasis Luas artinya pendidikan didesain sedemikian rupa sehingga siapa pun bisa mendapatkan kesempatan belajar. Negara tidak boleh membeda-bedakan atau menghambat kesempatan warga negaranya dalam menikmati layanan pendidikan.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, ada tiga bentuk kesenjangan pendidikan, yaitu kesenjangan struktural, kesenjangan kultural, dan kesenjangan spasial. Kesenjangan spasial adalah kesenjangan yang terjadi karena tempat atau geografi yang berbeda.

Terkait pendidikan berbasis luas dan kesenjangan spasial menemui relevansinya ketika berbicara tentang pendidikan di daerah Papua.

Dari segi sdm masih terbatas, dari balai sebagai pembina atau pendamping untuk meningkatkan sdm-nya itu. Kami juga agak kesulitan dalam transportasi ke sana atau untuk datang. Tenaga masih sangat terbatas,” kata pamong belajar BP-PAUD Dikmas Papua, Junita Christina Balubun di Alun-alun Taman Merdeka, Pangkalpinang, Rabu (26/6/2019).

Junita sendiri memberikan penjelasan kala penyelenggaraan pameran di event Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2019. Seberapa sulit geografis di Papua serta kesenjangan spasial yang terjadi?

”Kendalanya faktor geografis itu. Itu transportasi juga ke sana. Karena jaraknya itu berjauhan. Yang kedua, masalah jaringan. Jangankan untuk internet, untuk telepon saja tidak ada. Sehingga ketika kami ingin ke sana, kami harus menyampaikan jauh-jauh hari 1 minggu bahkan 1 bulan, dinas harus menghubungi lokasi atau satuan pendidikan yang akan kami datangi,” kata Junita yang mengelola stan pameran produk unggulan berbasis lokal dan hasil karya pendidikan dari Provinsi Papua.

Terjalnya geografis untuk menempuh satuan pendidikan di Papua menghadirkan cerita tersendiri.

“Biasanya mereka menitip pesan lewat supir-supir angkot. Supir angkot untuk ke atas, jarak dari kota, ibu kota kabupaten provinsi ke lokasinya itu bisa sampai 4, 5 jam perjalanan. Itu menggunakan transportasi khusus, tidak menggunakan transportasi yang ada di kota-kota,” jelas Junita.

“Menggunakan mobil strada, hilux, angkutan penumpangnya menggunakan itu. Tidak bisa menggunakan mobil biasa. Sehingga informasi harus disampaikan dengan supir angkot, supir angkotnya menyampaikan ke satuan-satuan pendidikan yang akan kita datangi,” terang pengelola informasi dan publikasi BP PAUD Dikmas Papua, Roni.

Di tengah kesenjangan spasial tersebut, antusiasme para peserta didik untuk mengakses pendidikan begitu kuat.

“Semangat peserta didik memang antusias. Mereka antusias. Anak-anak itu antusias. Kerinduan sekali dari mereka untuk mengenyam pendidikan. Keinginan besar mereka untuk mendapatkan pendidikan itu ada. Yang antusias bukan hanya peserta didik tapi juga dari pendidiknya. Kami turun ke lapangan pada saat supervisi, monitoring. Tenaga pendidik antusias untuk memberikan apa yang mereka dapat,” ungkap Junita Christina Balubun.

X